Menjaga Hati Dimulai Menjaga hape

“Tujuh belas Ramadhan 1406/1986. Subuh dini hari menjelang sahur, tiga orang tak dikenal menyelinap masuk ke dalam rumah suami-istri Isma’il Raji dan Lois Lamya Al-Faruqi di wilayah Cheltenham, Philadelphia. Dengan kejam, suami istri Al Faruqi, keduanya guru besar studi-studi Islam pada Universitas Temple, dibunuh oleh orang tak dikenal itu dan wafat seketika. Isma’il R. Al-Faruqi ditikam dan disayat lebih dari tiga beas kali. Dua diantaranya, yang membuatnya wafat seketika, mengenai jantungnya. Begitu juga Lamya, ditusuk delapan kali, dua diantaranya mengenai dadanya.”

“Tapi bang... katanya abang janji mau berdikusi tentang “Menjaga Hati Dimulai dengan Menjaga Hape”. Apa hubungannya dengan cerita itu? Mana hapenya?”

 
“Hehe, sebentar dik. Kita selesaikan dulu ceritanya, in syaa aLlah ada hubungannya. Siapa dia?
Adalah Ism’ail RajiAl-Faruqi yang dilahirkan pada 1921 dari sebuah keluarga terpandang di Jaffa, sebuah daerah di Palestina ketika Palestina belum mulai diperebutkan oleh orang-orang Israel. Sebagai seorang yang sangat kuat keterikatan batinnya dengan Palestina, dan pernah mengalami sendiri tragedi yang dialami rakyat Palestina, dia menjadi seorang penentang gigih zionisme. Hingga kematiannya, Al-Faruqi tetap berpendapat bahwa Negara Israel harus dirobohkan, dan rakyat Palestina berhak melakukan aksi melawan mereka.

Al faruqi mendapat pendidikan pertama kali di masjid, kemudian melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu di berbagai tempat. Sebagai seorang yang berpendidikan baik, berasal dari keluarga terpandang, dan reputasi yang terus meroket, Al-Faruqi muda segera diajak dalam kegiatan politik. Pada usia dua puluh empat tahun, dia menjadi Gubernur Galilea. Tetapi, sebelum dia matang sepenuhnya, Negara Israel menyerang dan memaksanya untuk meninggalkan masyarakatnya. Kemudian dia pindah ke Lebanon, lalu ke Amerika dan melanjutkan pendidikannya.

Al- Faruqi merupakan salah satu tipe intelektual yang lahap membaca dan penulis yang sangat produktif. Selama hidupnya dia telah menulis sebanyak seratus artikel. Hampir semua ilmu dijelajahinya. Hingga ilmu etika, seni, ekonomi, metafisika, politik, sosiologi, dan sebagainya. Semua dikuasainya dan kemudian disajikan dalam bentuk yang komperhensif dan saling berhubungan.

Lalu, beberapa buku pentingnya adalah (1) Islamisation of Knowledge yang diterjemahkan oleh penerbit pustaka menjadi “Islamisasi Pengetahuan”. Jika menginginkannya, bisa di Kopma UIN, kalau beruntung akan mendapatkanya. (2) Tawhid: It’s Implication for Thought and Life yang diterjemahkan oleh penerbit pustaka juga dengan judul “Tauhid”. (3) The Cultural Atlas of Islam yang diterjemahkan oleh penerbit mizan menjadi Atlas Kebudayaan Islam. Kalau yang ini mahal dan susah mencarinya, tetapi bisa difotokopi ;D.

Sementara itu, kiprahnya dalam kegiatan dan pemikiran keislaman sangat diakui dikancah global. Dia adalah seorang guru besar pada Departement of Religion di Temple University. Al-Faruqi juga pendiri Institute of Islamic Thought (lembaga pemikiran islam Internasional), Association of Muslim Social Scientist (perkumpulan Ilmuwan Muslim), dan kelompok studi-studi kesilaman pada American Academy of Religion. Dan pernah mengajar di McGill University (Kanada), Central Institute of Islamic Research (Pakistan), dan Al Azhar University (Kairo). Selain itu, kemampuan bahasa Arab, Prancis, dan Inggrisnya memperkaya ceramah-ceramahnya, memberi ekspresi yang kuat, dan mempengaruhi emosi.”

“Hebat Bang. Apa dia dibunuh karena kiprahnya yang begitu hebatnya itu?”

“Entahlah. Masih belum tahu Abang dik. Belum mendapat penjelasan tentang siapa pembunuhannya.”

“Emmm, lalu siapa Lamya itu bang? Apa se-keren Pak AL Faruqi juga?”

“Lois Ibsen, begitulah nama aslinya, yang lahir di Montana, Amerika Serikat, 25 Juli 1926. “seperti sudah ditakdirkan”, begitu awal tulisan Azyumardi Azra wartawan asal New York ( Agustus 1987), “Gadis Barat ini menjadi teman sehidup-dan benar-benar semati- dengan seorang pemuda cerdas dari belahan timur, palestina. Lois Ibsen-belakangan terkenal sebagai Lamya AL-Faruqi- istri tercinta Dr. Ismail Raji Al-Faruqi itu, menjadi representasi Muslimah, yang memadukan fungsi ibu dan wanita karier yang sukses. Visi keislamannya tentang budaya dan posisi sosial wanita, perlu dipertimbangkan.”

Lamya, profil wanita asli Amerika, dengan penuh kesadaran memilih Islam sebagai jalan hidup, cita-cita, dan perjuangannya. Ini tentu perjuangan yang tidak mudah, karena mencakup perubahan keimanan, pandangan hidup, kebiasaan sehari-hari, dan sebagainya. Ia berhadapan dengan situasi  lingkungan tidak islami dan menekan. Ia menggapai-gapai dalam upaya mewujudkan identitas keislamannya. “apakah kita bisa hidup benar-benar secara islami di Amerika Serikat”, bisiknya suatu kali. Perlahan tapi pasti, Lamya kemudian tampil dengan sosok identitas Muslimah yang terpuji.

Lamya Al-Faruqi adalah contoh wanita Muslim yang sukses dalam karier dan rumah tangga. Melahirkan, mengasuh, dan membesarkan lima orang anak, Lamya mampu mengembangkan profesinya sebagai dosen di berbagai universitas, seperti Temple, Butler, Indiana, dan lain-lain. Ia bukan hanya pendidik dan ibu bagi anak-anaknya, tetapi juga adalah “Mama” bagi mahasiswa dan mahasiswi di Philadelphia. Bersama suaminya, ia bukan hanya memberi bekal akademis kepada mahasiswa Muslim, tetapi juga membantu mencarikan perumahan, beasiswa, dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan lain mereka. Begitu dekat mereka kepada kedua pasanganAL-Faruqi ini sehingga mereka memanggil Lamya dan Isma’il sebagai “Mama” dan “Baba”.

Potret keluarga yang begitu luar biasa. Kalau kamu dik, mau hidup yang seperti apa?”

“eh...kok tiba-tiba tanya begitu bang?”

“ini pertanyaan serius. Apa ini yang sedang dalam pikiranmu?
Lulus SMA, cari Kuliah yang favorit, prospek kerja bagus, sesuai passion, lulus kuliah, kerja, hidup mapan dan tenang. Pergi pagi, pulang sore, malam nonton tivi. Pergi pagi, pulang sore, malam nonton tivi, liburan rekreasi?”

“Tapi Bang. . .”

“Begitulah dik, ku awali pembicaraan kita, tentang potret keluarga yang sehidup semati dalam perujuangan menegakkan dienul Islam di jalur akademis. Melawan sains Barat yang tanpa sadar telah banyak merusak aqidah kaum muslimin. Yang kumaksud adalah, ada hal yang  besar dalam sebuah pernikahan. Bukan hanya nikahin do'i, lalu hidup tenang tanpa perjuangan. “

“Tapi Bang. . .”

“Dan pernikahan adalah salah satu bagian hal penting dalam din Islam. Ia sampai-sampai disabdakan Nabi sebagai separuh agama. Sedang hari ini, bahasan tentang hal itu banyak yang telah disepelekan. ‘Ah nanti saja, masih lama juga.’ Terus maunya bagaimana? Sekarang asik-asikan memainkan hati sendiri dan hati anak orang.?”

“Tapi bang. . . aku kan cuman SMS-an saja bang, belum ada rasa apa-apa.”

“Ingat, kata Mas Ketua TJRC dari strata 20,“Menjaga hati itu dimulai dari menjaga hape”. sebab tak jarang cinta tidak pada pandangan pertama, tetapi cinta dimulai sms-an. Malu-malu, tetapi mau.  Salah satu parameter tak ada apa-apa, ketika diminta untuk dibaca sms-smsnya tidak masalah. Sini abang pinjam hapenya, tak lihatnya.”

“Tapi bang.... bener deh tidak aneh-aneh.”

“Waspadalah. Segera akhiri saja, sebab bisa-bisa nanti seperti chu patkai yang bilang, beginilah cinta deritanya tiada akhir. Dia selalu terngiang-ngiang dalam benakmu.

Segera akhiri, jika memang ingin menyegerakan, maka belajarlah”

“Tapi Bang. . .
betewe ini abang sudah mau ya? Cie cie.”


"hmmm, ya gitu deh. Do'akan saja."


"Cie cie. Cie cie."


“Sungguh tak pantas gojekkan seperti itu.”


“Kenapa bang. . .? Maaf bang, kan cuman bercanda.”


“QS An-Nisa: 21 yang menyebut pernikahan adalah “Mitsaqon ghalidza” sebuah perjanjian yang kuat/teguh/kokoh. Dimana Allah menyebut mitsaqon ghalidza hanya 3 kali dalam al qur’an. (1) QS An-Nisa: 154; saat dimana Allah angkat bukit Thursina untuk mengambil perjanjian & sumpah setia dari Bani Israil dalam memurnikan ketaatan & kepatuhan padaNYA semata. (2) QS Al-Ahzab: 7; perjanjian yang Allah ambil dari para Ulul Azmi -Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa- untuk mengemban amanah idzharul (penegakan) Islam. (3) QS An-Nisa: 21; perjanjian agung yang diambilNya dari pria kepada wanita dalam ikatan pernikahan.

Memang, bahasan tentang bab ini begitu pentingnya. Hingga perlu banyak dikaji dengan serius, sebab ini merupakan perjanjian yang agung, sebab ini adalah separuh agama. Dan, bukan berarti saat kita banyak membahasnya, lantas kita banyak bercanda juga dalam bab ini. Apalagi main-main dengan hati sendiri dan hati anak orang. Apa begitu kita menanggapi mitsaqon ghalidza, perjanjian yang agung?”


Referensi.
[1]Atlas kebudayaan Islam. Lamya AL faruqi & Isma’il Al faruqi. Bagian pengantar.
[3] http://www.fimadani.com/pernikahan-adalah-perjanjian-yang-agung/ (Mei 2015)









Komentar