Mimpi Tak Mudah Terlupakan

Waktu itu kira-kira aku sudah lulus SMA, kemudian aku langsung kuliah dan memulai usaha dari nol. Dengan usaha yang lumayan menguras keringat usahaku sudah mulai menghasilkan kira-kira satu jutaan perbulan. Aku pun tersadar, keadaanku saat itu sudah tergolong siap menikah. “Pak, sekarang aku sudah siap untuk menikah, aku sudah berpenghasilan satu juta perbulan, itu sudah cukup untuk menafkahi keluargaku kelak untuk sementara, dan soal rumah aku akan tinggal di rumah kecil milik Bapak yang belum dihuni.”, Kataku untuk memulai percakapan. “Kalau memang begitu adanya, Bapak punya calon untukmu Nak, mari kita bergegas melamarnya hari ini juga!”, sahut Bapakku.

Aku, ibuku dan bapakku bersiap-siap dengan baju terbaiknya dan bergegas menuju ke rumah calon istriku itu. Setibanya di sana, “Maksud kedatangan kami sekeluarga ke sini untuk melamar anak bapak untuk menjadi pendamping hidup anak saya ini”, Bapaku mulai membuka pembicaraan dengan serius, “Nak #######(entah siapa namanya) sini! Kenalkan ini Adnan ingin melamarmu” kata ibu #######(entah juga siapa namanya). Aku pun melihat sosoknya, penampilan seperti simbok-simbok namun masih muda agak gemuk. “Pak, aku gak suka sama dia, dia kurang Sholihah dandanannya saja ndak pake jilbab”, bisikku pada Bapakku. “Sori yo bos, jebule anakku ora seneng je, dadi rasido melamar”, kata bapakku, “oh yowis sante bos” sahut orang tua #######.

Akhirnya pun kami gagal mendapat calon karena kurang sesuai. “Pak, ya mbok kira-kira kalo cari calon pendamping hidupku”, aku menggerutu, “ya cari sendiri saja le, nanti Bapak lamarkan”, balas Bapakku. Di dalam hatiku aku mencari siapakah orang yang cocok, tiba-tiba saja aku teringat beberapa nama teman-teman SMA dulu. Aku dapat satu nama, tetapi yang jadi masalah di manakah rumahnya?

Keesokan harinya aku menemui seorang temanku yang bernama Devri dan bertanya di mana **** (agar tidak menimbulkan fitnah jadi saya sensor, ^^) tinggal? “ oh dia tinggal di gank ini, blabla blabla bla”, jelas Devri. Setelah mendapat informasi yang gak jelas aku bergegas menemui orang tuaku untuk melamarnya. Sehabis segala sesuatu dipersiapkan kami bergegas ke sana.

Kulihat **** sedang asyik bermain lektok (laptop, bahasa gaul) bersama teman adiknya. Mengetahui kehadiran kami lektoknya pun ditutup dan teman-temannya diusir. Sesosok wajah yang cantik jelita dengan jilbab yang rapi sangat memesona, wajahnya tidak berubah tetap cantik seperti dikala SMA (halah, lebay). Ia pun masuk dan menemui Umminya memberitahukan bahwa ada tamu. “Assalamualaykum, mari masuk dan duduk”, perintahnya, ternyata **** sudah tidak mempunyai Abi, Umminya pun harus bekerja keras untuk memenuhi keempat orang anaknya termasuk **** adalah anak tertuanya. Jika dilihat keadaan rumahnya seperti rumah Raju di film “Tri Idiots”, tetapi kondisinya sudah berwarna. Umminya sangat ceria tak seperti yang di film itu.

“Maksud kedatangan kami sekeluarga ke sini untuk melamar anak bapak untuk menjadi pendamping hidup anak saya ini”

“sebentar saya tak menyelesaikan urusan masak di dapur dulu, pada sudah makan belum?”

“Terima kasih banyak, tapi kami semua sudah pada makan”

Alangkah baiknya sesosok wanita yang harus menghidupi keempat anaknya dengan sendirinya. Setelah menyelesaikan memasak telur dadar ia pun nongol kembali sambil membawa ****. Ia pun muncul dan tersenyum kepada kami, subhanalloh, memang sesosok akhwat idaman. Aku membalas senyumnya dengan senyuman yang tulus( ibarat jatuh cinta pandangan pertama, tetapi bukan pandangan pertama lagi, karena sudah pernah memandang sebelumnya, uopoh).

“Atas tawaran tadi, saya pertanyakan dulu pada orangnya”,”gimana nak?”

“Ummi sebelumnya **** mau sholat istikharah dulu, biar diberi petunjuk oleh-Nya”

Muslimah yang luar biasa kataku dalam hati. Ia pun masuk kedalam dan sholat kira-kira 20 menit. Ia pun keluar dengan muka yang sangat sedih.

“Aku mendapat suatu gambaran, bahwa Aku hanya melihat Alloh, bukan pria ini”

“Itu bagus Nak, berarti Alloh telas memberikan suatu pertanda yang baik untuk menjadi pendamping hidup pria Sholih ini”

Hatiku pun sangat bergembira mendengar pertanda baik itu, bahkan aku tidak bisa menggambarkannya.

“Tapi Ummi, **** masih ragu, aku mau menunggu 2-3 tahun lagi”

“kalau memang itu kehendakmu, Ummi tidak bisa apa-apalagi.”

“Yah gagal maning, gagal maning, kalu nunggu selama itu aku tidak sanggup. Aku sudah merasa bahwa aku sudah wajib menikah jadi harus segera” , kataku dalam hati. Kami pun pamit pulang dari sana. Di perjalanan aku putar otak lagi, untuk mencari solusi lagi. Ahhhaa, terpikir satu nama lagi yaitu @@@@. Ah tapi rumahnya jauuuh banget, karena sangat pusing tiba-tiba pandanganku hitam semua. Tak tahu kenapa tiba-tiba aku sudah berada di kasur berseprei hijau tua. Aku mengingat kejadian itu, dan aku baru tersadar bahwa itu MIMPI.

Aku hanya senyum-senyum sendiri ketika bangun sampai sekarang ketika menulis ini. Hahahahahhaha, sumpah indah sekali mimpi tadi malam, mengalahkan mimpi basah, hehe. Hikmahnya berarti aku masih belum pantas mendampat pendamping seperti ****. Untuk itu mari kerenkan diri.

Komentar

rahasia mengatakan…
empat huruf? (woot) :p
gendonracun mengatakan…
hehe, (tersipu malu)
rahasia mengatakan…
aih, siapa ya (mikirkeras)
gendonracun mengatakan…
hahaha, wes to isin aku, (blush)