Cinta.

Soal cinta, selalu menyenangkan untuk dibahas. Berbicara soal cinta teringat dengan perbincangan dengan ibu dulu, “Cinta itu ketika kamu bahagia melihat dirinya berada di tempat yang sama dan kamu melihatnya, entah kok ternyata tiba-tiba senang.”. Cinta lazimnya mewarnai kehidupan setiap anak adam.

Tak semua orang bisa mengartikan cinta. Cinta. Ah apakah cinta? Cinta pada sang pujaan hati memang begitu aneh. Menggembirakan dan mengecewakan. Menenangkan dan menggelisahkan. Meluangkan dan menyesakkan. Datang dan pergi. Tiba-tiba dan tersadari.

Begitulah cinta, sebagian besar dari kita mungkin tak bisa menjelaskan apa itu cinta, namun kita selalu bisa mengatakan ‘Inilah cinta’.

***

"Ah, menikah, Bang? Yang benar saja. Aku ini kan masih kecil, bang. Lagi pula, Abang sendiri aja belum kawin..."

"Boi, coba dengar. Kalau kau sudah punya rasa cinta pada seorang perempuan, maka separuh hidupmu akan tersita. Bila kau ini seorang pelajar, pasti sebagian belajarmu amblas. Kalau kamu ingin mendalami agama, pasti konsentrasimu buyar. Biasanya yang terpikir ialah: bagaimana cara melampiaskan rasa cinta tersebut, agar tak lagi mengganggu. Bila itu kau lakukan, di usiamu sekarang, hancurlah kau, Boi. Tapi bila ditahan-tahan, pasti akan lebih membuat payah konsentrasimu. Cara terbaik ya, cuma menikah. Nah, pasti kau belum sedikitpun berpikir tentang menikah kan? Maka sebaiknya jauhkan dulu pikiranmu dari perempuan...."

Abu Umar Basyier, dalam karya " Bila Sampai Waktukku".

***

Kata orang cinta itu tak harus memiliki, dan aku tak setuju. Kata orang cinta itu harus memiliki. Bagaimana mungkin rasa ini akan terobati bila ia tak disamping, dan bagaimana mungkin cinta ini kan tahan ketika sang pujaan hati bermesraan dengan ‘buaya jahat’? Bahkan bertepuk dengan sebelah tangan, hanyalah mitos. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Sakit!

Begitulah cinta, cinta harus memiliki! Namun, tak perlu takut. Karena jodoh itu misteri, maka tak perlu takut menghadapinya. Ia tak akan menjauh bila dihindari, dan tak akan mendekat bila dicari. Jodoh sudah di takdirkan. Memacarinya semenjak dini tak akan mengubah jodoh. Membenci seseorang pun juga tak akan merubah nama jodoh kita.

“Namun seusia dini mungkin, kita harus sudah terbiasa meretas jalan-jalan mulus menuju pernikahan. Silahkan belajar, tuntutlah ilmu setinggi langit. Tapi, gantungkan cita-cita di hati untuk menjadi calon suami dan calon istri yang terbaik bagi pasangan kelak. Bangun rasa percaya diri dan siapkan segala sesuatu semenjak sekarang. Menikah, menjadi tak ubahnya waktu berperang yang jauh-jauh hari sudah harus dipikirkan dan direncanakan sematang-matangnya. Saat waktu berperang itu tiba, segala sesuatunya sudah siap seutuh-utuhnya. Maka kapan pun waktu menikah itu tiba, kita harus sudah siap menghadapinya, selama nikah itu sesuai aturan Alloh dan Rosul-Nya. Di usia berapapun. Tentu!”

Nasihat Ustadz Abu Umar Basyier, diambil dari majalah elfata edisi ke-6, volume 10 2010

***

Terkadang kita terlalu berlebih-lebihan memandang cinta yang demikian. Sadarkah bahwa cinta kedua orang tua kepada kita itu ibarat udara yang kita hirup. Begitu sering kita dapatkan hingga tak pernah menyadari betapa berharganya. Lalu sesal datang ketika telah kehilangan.

***

Katakanlah, “jika bapak-bapak, anak-anak,saudara-saudara,  istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai daripada Alloh dan Rosul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Alloh tidak memberi kepada orang-orang fasik. (At-Taubah:24)

***


Begitulah cinta. Lalu siapakah yang paling kita cintai? Lalu siapakah yang seharusnya paling kita cintai? Tanyakan pada hati ini dan mari merenung.

Komentar