“Kendati
bukan satu-satunya jalan, menulis dapat mengejawantahkan eksistensi pelakunya. Dengan
menulis orang sekaligus berekspresi, berkomunikasi – yang paling penting-
meninggalkan jejak pikiran untuk masa yang tak terhingga. Wer liest, wiB. Wer schreibt, bleibt, kata peribahasa jerman. Siapa
membaca akan mengetahui, dan siapa yang menulis tak akan mati.
Demikianlah
inskripsi-inskripsi kuno dalam pyramid, di dinding-dinding gua, atau pada
batu-batu cadas peninggalan ribuan tahun dahulu kala. Juga naskah-naskah di
atas daun lotar, papyrus dan sebagainya. Para penulisnya telah lama tiada, namun
apa yang mereka tulis seakan kekal abadi. ”Demi
huruf Nuun dan demi pena serta apa yang mereka goreskan, “ firman ALloh
dalam kitab suci Al-Qur’an. [QS 68:1]
Tulisan mampu
menembus sekat-sekat ruang dan waktu, melintasi sempadan geografis, etnis, bahkan agama. Seperti cerita-cerita yang
ditulis Aesopos antara tahun 620 hungga 560 Sebelum Masehi, atau puisi-puisi
Imru’ ul-Qays, pujangga Arabia dari zaman pra-islam yang termasyhur itu. Berkat
tulisan para sahabat pun kini kita dapat menyimak pernik-pernik kehidupan dan
petuah Nabi Muhammad ﷺ yang telah wafat sejak seribu lima ratus tahun
silam.
Tulisan tidak hanya merekam dan menyimpan. Ia juga
mengajar dan memengaruhi. Mengajak dan membujuk. Bersuara dan berbicara. Bukankah
saat membaca tulisan ini Anda sebenarnya tengah mendengarkan saya berkata-kata?
Sebuah paradoks, memang.
Tergantung genre,
gaya, serta isinya, tulisan dapat menghibur atau menyesakkan, mencerahkan
atau membingungkan, menyadarkan atau menyesatkan. Dengan tulisan Anda bisa
menggugah orang, mencegah, bahkan menjerat mereka. Karena tidak salah kalau
orang bilang, pena penulis bisa lebih tajam daripada pedang para pejuang.” (Arif Syamsuddin, 2008:ix-x)
***
Bulan juni
kini telah segera berada penghujung bulan. Ketika bulan lalu, di bulan Mei,
membayangkan menghadapi bulan Juni ini seperti momok di dalam selimut. Di dalam
kegelapan kamar yang menakutkan, ternyata momoknya ada di dalam selimut. Bayangkan!
Dan benar,
bulan Juni memang mengerikan. Tak terbayang, kini bulan juni telah berada di penghujung
waktu. Wake me Up When June Ends.
Tetap senang.
Biarkan lelah itu
lelah mengejar kita yang sedang berlari.
Bayang-bayang
boleh-boleh saja menakut-nakuti bocah-bocah berkawan-kawan.
Hal ihwal tentang
bayang-bayang hanyalah bayang-bayang.
Tak pantas membuat
murung muka yang murung.
Ini hanyalah sekedar
ungkapan oleh sebagian pengungkap.
Mereka tetap senang,
tanpa senyum yang mengembang.
Atau menangis tanpa
air mata.
Adnan Rifai, 8 Juni
2014, " hehe "
Ada begitu banyak ihwal yang ingin kubagi, pada
mereka yang sekiranya mau mendengarkan dalam diam ataupun dalam keadaan
terjaga. Ada duka dan tangis yang ingin kubagi, pun canda dan tawa pula ingin
kubagi. Seperti biasa, tak semua orang bahkan bisa mendapatkan apa yang telah
kubagi, sebab aku selalu suka untuk membicarakannya dengan bahasa yang sulit
dimengerti. Walau begitu, tidak masalah bila tak seorang pun yang mengerti,
sebab inilah kehidupan, ‘pahit’ dan ‘senang’ tak bisa disandingkan dalam bentuk
antonim.
***
Komentar