Sebuah organisasi
berawal dari komunitas. Komunitas berawal dari perkumpulan orang-orang yang
memiliki kepribadian yang berbeda-beda lalu memutuskan berjalan bersama dalam
meraih tujuan yang sama. Secara “fitroh” sebuah komunitas akan berusaha untuk
menjadi sebuah organisasi untuk diakui. Tidak hanya eksistensinya tetapi juga
segala kegiatannya.
Hal ihwal
melatarbelakangi sebuah komunitas menjadi organisasi tidak hanya menyoalkan
tentang eksistensi. Komunitas yang telah menjadi organisasi yang memiliki
AD/ART (Anggaran Dasar /Anggaran Rumah Tangga), susunan pengurus, dan program
kerja akan memiliki potensi lebih besar untuk terus berkembang. Dengan menjadi
Organisasi, akan lebih memudahkan untuk menjalin kerja sama dengan yang lainnya
karena telah memiliki kejelasan yang bisa menambah kepercayaan. Orang-orang
akan lebih tertarik untuk bergabung untuk bersama-sama meraih tujuannya ketika
telah menjadi organisasi. Organisasi juga menambah perlindungan dari pembubaran
yang mengancam. Sebab, bisa saja ketika berbentuk komunitas dicurigai
perkumpulan yang membahayakan.
Begitu yang
terjadi dalam komunitas Genk SMA, bisa dengan mudah pihak sekolah
membubarkannya dengan segera setelah merasa tercium merupakan perkumpulan
anak-anak nakal. Maka kita perlu lebih jeli lagi dalam melakukan pembubaran
demi pembubaran kelompok Genk, sebab bisa saja mereka telah berubah menjadi
organisasi yang kuat. Tentu tidak akan pernah menemui organisasi bernama “Genk
Kobra SMA XXX”. Kelompok Genk yang telah menjadi organisasi biasanya menempel
seperti benalu kepada organisasi lain, semisal TONTI. Sehingga mereka lebih
aman dalam berkegiatan juga dalam mengkader para penerusnya.
Ada hal yang
sangat menarik ketika suatu komunitas berubah menjadi organisasi yang patut
kita pelajari. Dalam masa komunitas, rasa fanatis terhadap kelompoknya sangat
begitu kental. Entah itu fanatis yang masih masih baik (tidak membahayakan)
atau fanatis ekstrim terhadap kelompoknya yang memicu konflik yang pahit dengan
kelompok diluarnya.
Fanatis
yang dimaksud adalah ketika ada ikatan hubungan dan solidaritas. Tidak bisa
disebut fanatis jika hanya terjadi ikatan hubungan tanpa adanya solidaritas. Begitu
juga solidaritas tanpa hubungan yang mengikat tidak bisa disebut fanatis.
Ikatan hubungan mudah saja dibangun, dengan cara berkumpul bersama dan
mendeklarasikan bahwa kita akan membentuk hubungan. Namun, dengan mendeklarasikan
tidak semerta-merta memunculkan solidaritas. Solidaritas paling baik muncul
ketika memenuhi tiga kriteria yaitu mempunyai: common purpose (tujuan bersama),
common enemy (musuh/penghambat yang sama), common strategy (persamaan cara untuk mencapai tujuan).
Pada fase
komunitas, ikatan dan solidaritas begitu kuat dikarenakan kepahaman yang utuh
tentang tujuan, penghalang, dan strategi. Pemahaman yang utuh dikarenakan semua
kegiatan diadakan bersama tanpa ada pembagian tugas spesifik, semua serba
spontan. Berbagai permasalahan dibahas tidak dengan rapat yang dingin,
melainkan dibahas dalam obrolan angkringan, di tengah perjalanan di kendaran
motor, dan berbagai situasi yang tidak kaku. Sebab dalam fase komunitas sebuah system
belum terbentuk. Keteraturan dalam kegiatan masih kurang baik, semua serba
spontan. Namun segala kegiatan dilakukan oleh hampir semua orang yang berkumpul
dalam komunitas, tanpa adanya pembagian yang jelas tugas-tugas, semua serba
spontan dan jalan.
Komunitas yang
kemudian memutuskan untuk menjadi organisasi dengan berbagai pertimbangan yang
telah dijelaskan sebelumnya, tanpa tersadar ada banyak hal yang kemudian dapat
mengancam kelangsungannya. Generasi pertama, hingga puncaknya yang masih
memiliki fanatis –ikatan hubungan dan solidaritas- yang masih dibilang utuh. Masalah
mulai bermunculan ketika suatu organisasi merasa di puncak-puncaknya. Pertama adalah
Visi,Misi, dan Tujuan mulai ditransformasi ke dalam susunan pengurus, mulai
terjadi pengkotak-kotakan tugas dalam rangka mencapai tujuan. Pengkotak-kotakan
itu tercermin dari terbentuknya berbagai department dengan tugas-tugas spesifik
yang telah disepakati. Setiap departemen (induk) ini menjalankan misi yang
telah ditentukan.
Kenyataan yang
seperti itu akan membuat fanatis yang dibangun generasi awal hingga puncak
memudar. Kenapa? Pertama setiap departemen
berlomba-lomba untuk memajukan departemennya sendiri yang terkadang lupa tujuan
bersama dalam organisasi tersebut. Kedua,
dengan adanya system, kegiatan yang ada banyak yang kemudian terkadang tidak seperti
sasaran yang sesuai dengan tujuan awal semasih menjadi komunitas. Semua terjebak
dengan program kerja, yang biasanya hanya menjiplak tahun sebelumnya tanpa di
kritisi terlebih dahulu, apakah masih relelevan dengan situasi dan kondisi
sekarang? Ketiga, setelah melewati masa puncak, sebuah
organisasi akan timbul penyakit amnesia. Lupa akan apa? Lupa akan seuatu hal
yang begitu penting, peran apa dan
peran siapa. Peran yang dimaksud
adalah kaderisasi, transfer visi, misi, tujuan, oleh pengurus/generasi
sebelumnya. Mereka melupakan itu, dan berbangga-bangga dengan generasi
setelahnya. “Jamanku dulu keren nggak
kayak sekarang, amburadul”. Kondisi organisasi yang amburadul akan semakin
amburadul.
***
Tulisan di atas diperoleh dari pengamatan
fenomena yang terjadi, dan diskusi dengan rekan-rekan. Boleh tidak setuju,
monggo dikritisi J
***
Lalu
bagaimana dengan KSAI?
(Semoga
Alloh masih memberi kesempatan dan kekuatan untuk melanjutkan tulisan ini)
Wallohu ‘alam.
Komentar