Jurnal KSAI Al- Uswah #3

Sebuah organisasi berawal dari komunitas. Komunitas berawal dari perkumpulan orang-orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda lalu memutuskan berjalan bersama dalam meraih tujuan yang sama. Secara “fitroh” sebuah komunitas akan berusaha untuk menjadi sebuah organisasi untuk diakui. Tidak hanya eksistensinya tetapi juga segala kegiatannya.

Hal ihwal melatarbelakangi sebuah komunitas menjadi organisasi tidak hanya menyoalkan tentang eksistensi. Komunitas yang telah menjadi organisasi yang memiliki AD/ART (Anggaran Dasar /Anggaran Rumah Tangga), susunan pengurus, dan program kerja akan memiliki potensi lebih besar untuk terus berkembang. Dengan menjadi Organisasi, akan lebih memudahkan untuk menjalin kerja sama dengan yang lainnya karena telah memiliki kejelasan yang bisa menambah kepercayaan. Orang-orang akan lebih tertarik untuk bergabung untuk bersama-sama meraih tujuannya ketika telah menjadi organisasi. Organisasi juga menambah perlindungan dari pembubaran yang mengancam. Sebab, bisa saja ketika berbentuk komunitas dicurigai perkumpulan yang membahayakan.

Begitu yang terjadi dalam komunitas Genk SMA, bisa dengan mudah pihak sekolah membubarkannya dengan segera setelah merasa tercium merupakan perkumpulan anak-anak nakal. Maka kita perlu lebih jeli lagi dalam melakukan pembubaran demi pembubaran kelompok Genk, sebab bisa saja mereka telah berubah menjadi organisasi yang kuat. Tentu tidak akan pernah menemui organisasi bernama “Genk Kobra SMA XXX”. Kelompok Genk yang telah menjadi organisasi biasanya menempel seperti benalu kepada organisasi lain, semisal TONTI. Sehingga mereka lebih aman dalam berkegiatan juga dalam mengkader para penerusnya.

Ada hal yang sangat menarik ketika suatu komunitas berubah menjadi organisasi yang patut kita pelajari. Dalam masa komunitas, rasa fanatis terhadap kelompoknya sangat begitu kental. Entah itu fanatis yang masih masih baik (tidak membahayakan) atau fanatis ekstrim terhadap kelompoknya yang memicu konflik yang pahit dengan kelompok diluarnya.

Fanatis yang dimaksud adalah ketika ada ikatan hubungan dan solidaritas. Tidak bisa disebut fanatis jika hanya terjadi ikatan hubungan tanpa adanya solidaritas. Begitu juga solidaritas tanpa hubungan yang mengikat tidak bisa disebut fanatis. Ikatan hubungan mudah saja dibangun, dengan cara berkumpul bersama dan mendeklarasikan bahwa kita akan membentuk hubungan. Namun, dengan mendeklarasikan tidak semerta-merta memunculkan solidaritas. Solidaritas paling baik muncul ketika memenuhi tiga kriteria yaitu mempunyai: common purpose (tujuan bersama), common enemy (musuh/penghambat yang sama), common strategy (persamaan cara untuk mencapai tujuan).   

Pada fase komunitas, ikatan dan solidaritas begitu kuat dikarenakan kepahaman yang utuh tentang tujuan, penghalang, dan strategi. Pemahaman yang utuh dikarenakan semua kegiatan diadakan bersama tanpa ada pembagian tugas spesifik, semua serba spontan. Berbagai permasalahan dibahas tidak dengan rapat yang dingin, melainkan dibahas dalam obrolan angkringan, di tengah perjalanan di kendaran motor, dan berbagai situasi yang tidak kaku. Sebab dalam fase komunitas sebuah system belum terbentuk. Keteraturan dalam kegiatan masih kurang baik, semua serba spontan. Namun segala kegiatan dilakukan oleh hampir semua orang yang berkumpul dalam komunitas, tanpa adanya pembagian yang jelas tugas-tugas, semua serba spontan dan jalan.

Komunitas yang kemudian memutuskan untuk menjadi organisasi dengan berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, tanpa tersadar ada banyak hal yang kemudian dapat mengancam kelangsungannya. Generasi pertama, hingga puncaknya yang masih memiliki fanatis –ikatan hubungan dan solidaritas- yang masih dibilang utuh. Masalah mulai bermunculan ketika suatu organisasi merasa di puncak-puncaknya. Pertama adalah Visi,Misi, dan Tujuan mulai ditransformasi ke dalam susunan pengurus, mulai terjadi pengkotak-kotakan tugas dalam rangka mencapai tujuan. Pengkotak-kotakan itu tercermin dari terbentuknya berbagai department dengan tugas-tugas spesifik yang telah disepakati. Setiap departemen (induk) ini menjalankan misi yang telah ditentukan.

Kenyataan yang seperti itu akan membuat fanatis yang dibangun generasi awal hingga puncak memudar. Kenapa? Pertama setiap departemen berlomba-lomba untuk memajukan departemennya sendiri yang terkadang lupa tujuan bersama dalam organisasi tersebut. Kedua, dengan adanya system, kegiatan yang ada banyak yang kemudian terkadang tidak seperti sasaran yang sesuai dengan tujuan awal semasih menjadi komunitas. Semua terjebak dengan program kerja, yang biasanya hanya menjiplak tahun sebelumnya tanpa di kritisi terlebih dahulu, apakah masih relelevan dengan situasi dan kondisi sekarang? Ketiga,  setelah melewati masa puncak, sebuah organisasi akan timbul penyakit amnesia. Lupa akan apa? Lupa akan seuatu hal yang begitu penting, peran apa dan peran siapa. Peran yang dimaksud adalah kaderisasi, transfer visi, misi, tujuan, oleh pengurus/generasi sebelumnya. Mereka melupakan itu, dan berbangga-bangga dengan generasi setelahnya. “Jamanku dulu keren nggak kayak sekarang, amburadul”. Kondisi organisasi yang amburadul akan semakin amburadul.

***

Tulisan di atas diperoleh dari pengamatan fenomena yang terjadi, dan diskusi dengan rekan-rekan. Boleh tidak setuju, monggo dikritisi J

***

 
Lalu bagaimana dengan KSAI?

(Semoga Alloh masih memberi kesempatan dan kekuatan untuk melanjutkan tulisan ini)


Wallohu ‘alam.

Komentar