21st Century Teens #6

“Mungkin suatu hari kita duduk bersama memandang rona senja terbenam. Merasakan desiran angin menghempas tubuh, hingga kain yang kita pakai berkibar. Bercengkerama ria tiada benci yang hinggap di relung-relung hati. Tertawa lepas ditengah hamparan sawah beriringan suara mesin pembajak. Semoga hari itu bukan hanya angan yang terbayang.”
Arai”



Arai dan putra kembali duduk bersama memandang langit sore yang telah menguning. Beginilah hidup, tak pernah bisa dikira dengan pasti apa yang terjadi hari esok. Seseorang yang dahulunya begitu kaya raya tiada yang bisa mengira beberapa saat kemudian menjadi fakir miskin. Seseorang fakir miskin bahkan bisa saja menjadi kaya raya dalam sekejap. Tiada hamba yang tahu bagaimana Alloh akan berkehendak terhadapnya. Maka seorang hamba sudah sepatutnya untuk berdo’a mengharapkan hal yang terbaik baginya, agar selalu ditunjukan dan diteguhkan ke dalam jalan yang lurus.

“Aku teringat sebuah pesan yang dari seorang kakek yang masih terngiang hingga hari ini”, Arai memulai pembicaraan.

“kalau kuboleh tahu, bagaimana pesannya”

“Merasa sendiri itu lebih mengerikan daripada benar-benar sendiri.”

“Ha? Bagaimana mungkin merasa sendiri itu lebih mengerikan, padahal sejatinya dia tidak sendiri. Juga bagaimana mungkin, benar-benar sendiri itu lebih mengerikan padahal hakikatnya dia benar-benar sendiri?”

“Putra, ini sebenarnya bukan tentang sendiri atau tidak. Ini soal rasa, ini soal hati. Tatkala kita merasa sendiri itu sangat mengerikan. Sebab yang ada dalam benak hati adalah pengharapan terhadap mereka-mereka yang seharusnya sesuai dengan ke inginan kita. Ini mengerikan karena kita terlalu berharap pada manusia, maka hanya kecewalah yang kita dapat. Sedang di saat kita benar-benar sendiri dan kita merasa tidak sendiri, yang ada dalam benak hati adalah Rabb Sang Pencipta Jagad yang dengan segala taufik dan pertolongan-pertolongan-Nya semata, apapun wujud kepentingan, pasti dapat dilaksanakan dengan sempurna. kita lebih banyak mengingatnya dan di saat itu hati akan menjadi tenang. Kita tak merasa sendiri walaupun hakikatnya kita sendiri tanpa ada sahabat ataupun kekasih yang menemani.”

“Oooo, begitu ya...”

***


Sampai di sini dulu, sedang kurang bergairah menulis. Semoga bisa dilanjut lain kesempatan. In syaa Alloh.

Komentar