21st Century Teens #2


Keempat remaja sekomplotan itu akhirnya hanya terdiam menunggu Arai berceloteh lagi, merencanakan sesuatu yang kadang tidak masuk akal. Terakhir kalinya, dua pekan sebelum SNMPTN dia merencanakan untuk menanam berbagai macam pohon yang berbuah di tanah Pak Hinan yang luas. Harapannya jika sudah besar pohonnya, akan dibangun rumah pohon nantinya. Menjadi markaz besar pendekar. Tidak hanya itu, Rumah pohon yang diimpikan itu, nantinya akan memudahkan memetik buahnya keitaka berbuah. Layaknya buah-buahan yang digambarkan di surga, mudah untuk dipetik. Akibatnya, mereka semua berkewajiban untuk menyiram pohon-pohon itu setiap sore, ketika matahari mulai menguning, hingga hampir terbenam. Walaupun begitu, tetap saja mereka dalam hati kecilnya merasa senang, karena lebih banyak waktu untuk bertemu, meluapkan rindu yang menggebu.

“Sudah kita putuskan, kita akan merubah dunia ini, sudah cukup seseorang gagal untuk merubah dunia dengan cara itu (yang diceritakan Rozi)”.

Semua bermuka pucat pasi, ide gila apa lagi.

“mari kita memulai merubah diri kita sendiri, lalu keluarga kita, desa kita, kota kita, Negara kita, dan dunia”.

“Ah apaan, kalau seperti itu harusnya dunia ini sudah berubah menjadi lebih baik, seharusnya sudah banyak orang yang mendengar cerita itu, ya minimal sang penulisnya. Tetapi apa, dunia masih sama saja hanya seperti ini, dan kau pun sama saja”, Alfi menanggapi dengan ketus.

“Apa kau bilang?”

“Sudahlah, jangan panaskan lagi suasana. Apa kita mau merusak liburan ini?”, sahut Aira untuk menengahi.

Tak terasa hari sudah siang, panas. Adzan berkumandang dengan merdu. Kelima remaja ‘koplak’ diam dan khusyuk dalam menjawab adzan. Setelah berdo’a, seperti biasanya mereka bergegas untuk menuju masjid terdekat. Pemandangan yang sama juga, Pak Hinan keluar ke rumah menuju masjid bersama kelima kawanan itu. Usai sholat, mereka kembali lagi ke Markaz pendekar, dan Pak Hinan kembali ke dalam Rumah.

“Lalu bagaimana kita akan merubah dunia?”, kayak semua sudah setuju saja. Kata Arai.

“Aku punya ide”, Faysh akhirnya angkat bicara, dan yang lain terkaget, “FAYSH????”.

“Begini, kita akan merubah dunia ini, sebagai seorang penjahat, dengan rencana jahatnya.”
?????

“Elo semua pernah melihat film kera sakti kan? Di episode ketika melawan kera tumpe, diharuskan untuk mengumpulkan semua kekuatan; paruh burung gagak, tongkat emas, tinju kerbau, kipas sakti, tempurung kura-kura, paruh burung pipit, dan kaki kaja tingti. Semuanya tercerai berai sehingga kesulitan dalam melawan. Juga di film serial kartun ahad pagi sewaktu kita kecil dulu, Digimon Adventure, sang yamato, dan kawan-kawannya juga tercerai berai. Musuh pun menjadi sulit dilawan.”

“apa hubungannya?” Rozi turut berkomentar, dibenaknya, sepertinya Faysh sudah agak gila, apa kegilaan Aira sudah menular?

“Coba kita lihat, dari sisi penjahatnya, sangat sedikit mereka tercerai berai. Anak buah paling ‘keroco’ pun sangat patuh dan setia pada sang bos besar penjahat. Padahal jika bos besarnya sudah mendapatkan kekuatan yang dicari, semuanya akan dibrangus, entah sekomplotannya juga iya. Para penjahat saling bekerja sama, saling percaya, bahu membahu, Bhineka Tunggal Ika pokoknya. Mereka terorganisir dengan baik, dan yang jelas tidak akan melakukan kesalahan yang sama, bahkan tidak akan menggunakan cara yang sama untuk melakukan kejahatan. Mereka begiitu lihai dalam menyusun strategi.”

Mereka menyimaknya dengan serius, panas dingin mendengar ceritanya.

“kita tidak akan menjadi penjahat seperti mereka, hanya saja kita akan menjadi penjahatnya penjahat. Karena penjahatnya penjahat adalah kawan dari pembela kebenaran. Kita sebenarnya juga pembela kebenaran hanya saja seorang penjahat dari para penjahat asli. Para pembela kebenaran memiliki musuh penjahat asli. Penjahat asli memiliki musuh penjahat “yaitu kita”, dan kita berkawan dengan pembela kebenaran. Kita juga pembela kebenaran yang bertitel penjahat.”

“O, begitu, aku paham maksudmu. Setuju deh.” hanya rozi yang mungkin memahaminya, dan yang lainnya merasa lega, kalau sudah Rozi mengiyakan, karena sering banyak membaca maka pengetahuannya menjadi rujukan.

“kalau kita menjadi penjahat, berarti kita jahat dong?”, yah seperti biasanya, Arai hanya suka banyak bicara, tetapi nalarnya agak memprihatinkan.

“ah, dasar.... kok nggak faham-faham juga sih”. Sahut Alfi.

“Kenapa dinamakan penjahat? Karena kita akan mengklaim kembali nlai-nilai kebaikan yang dicuri penjahat dari para pembela kebenaran. Persatuan, tolong menolong, bahu membahu, tujuan yang sama, terorganisir dengan baik, dan lainnya.”

Obrolan menjadi memanas. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah meraka akan menjadi seorang penjahat yang jahat, ataukah menjadi penjahat yang baik? Tunggu lanjutan selanjutnya.


***
Hehe, agak ngawur ya? Maap deh. Cerita ini sedikit terinspirasi  dari teori Post-Strukturalism, Dekonstruksi di mata kuliah teori arsitektur. Teori yang berbahaya, kalau pun bisa digunakan untuk membalikan “penjahat” menjadi “pembela kebenaran”, maka melakukan sebaliknya juga bisa dilakukan sama mudahnya. Makanya kalau sudah berhasil, pengetahuan ini jangan sampai jatuh ke tangan yang salah.

Penggunaan teori ini dekonstruksi ini, dalam sehari-hari bisa kita temui. Contohnya, bila zaman dahulu film kartun hanya ditujukan untuk anak-anak, maka setelah di-dekonstruksi sekarang film kartun bisa ditujukan untuk orang-orang dewasa. Ngerinya, konten dewasa itu bisa juga diterima anak kecil dan membahayakan dirinya. Seperti film kartun Happy Tree Friends, The Simpsons. Kontennya berbahaya. Waspadalah.



Komentar