Keempat remaja sekomplotan itu
akhirnya hanya terdiam menunggu Arai berceloteh lagi, merencanakan sesuatu yang
kadang tidak masuk akal. Terakhir kalinya, dua pekan sebelum SNMPTN dia
merencanakan untuk menanam berbagai macam pohon yang berbuah di tanah Pak Hinan
yang luas. Harapannya jika sudah besar pohonnya, akan dibangun rumah pohon
nantinya. Menjadi markaz besar pendekar. Tidak hanya itu, Rumah pohon yang
diimpikan itu, nantinya akan memudahkan memetik buahnya keitaka berbuah. Layaknya
buah-buahan yang digambarkan di surga, mudah untuk dipetik. Akibatnya, mereka
semua berkewajiban untuk menyiram pohon-pohon itu setiap sore, ketika matahari
mulai menguning, hingga hampir terbenam. Walaupun begitu, tetap saja mereka
dalam hati kecilnya merasa senang, karena lebih banyak waktu untuk bertemu,
meluapkan rindu yang menggebu.
“Sudah kita putuskan, kita akan
merubah dunia ini, sudah cukup seseorang gagal untuk merubah dunia dengan cara
itu (yang diceritakan Rozi)”.
Semua bermuka pucat pasi, ide
gila apa lagi.
“mari kita memulai merubah diri
kita sendiri, lalu keluarga kita, desa kita, kota kita, Negara kita, dan dunia”.
“Ah apaan, kalau seperti itu
harusnya dunia ini sudah berubah menjadi lebih baik, seharusnya sudah banyak
orang yang mendengar cerita itu, ya minimal sang penulisnya. Tetapi apa, dunia
masih sama saja hanya seperti ini, dan kau pun sama saja”, Alfi menanggapi
dengan ketus.
“Apa kau bilang?”
“Sudahlah, jangan panaskan lagi
suasana. Apa kita mau merusak liburan ini?”, sahut Aira untuk menengahi.
Tak terasa hari sudah siang,
panas. Adzan berkumandang dengan merdu. Kelima remaja ‘koplak’ diam dan khusyuk
dalam menjawab adzan. Setelah berdo’a, seperti biasanya mereka bergegas untuk
menuju masjid terdekat. Pemandangan yang sama juga, Pak Hinan keluar ke rumah
menuju masjid bersama kelima kawanan itu. Usai sholat, mereka kembali lagi ke
Markaz pendekar, dan Pak Hinan kembali ke dalam Rumah.
“Lalu bagaimana kita akan merubah
dunia?”, kayak semua sudah setuju saja. Kata Arai.
“Aku punya ide”, Faysh akhirnya
angkat bicara, dan yang lain terkaget, “FAYSH????”.
“Begini, kita akan merubah dunia
ini, sebagai seorang penjahat, dengan rencana jahatnya.”
?????
“Elo semua pernah melihat film
kera sakti kan? Di episode ketika melawan kera tumpe, diharuskan untuk
mengumpulkan semua kekuatan; paruh burung gagak, tongkat emas, tinju kerbau,
kipas sakti, tempurung kura-kura, paruh burung pipit, dan kaki kaja tingti. Semuanya
tercerai berai sehingga kesulitan dalam melawan. Juga di film serial kartun
ahad pagi sewaktu kita kecil dulu, Digimon Adventure, sang yamato, dan
kawan-kawannya juga tercerai berai. Musuh pun menjadi sulit dilawan.”
“apa hubungannya?” Rozi turut berkomentar,
dibenaknya, sepertinya Faysh sudah agak gila, apa kegilaan Aira sudah menular?
“Coba kita lihat, dari sisi
penjahatnya, sangat sedikit mereka tercerai berai. Anak buah paling ‘keroco’
pun sangat patuh dan setia pada sang bos besar penjahat. Padahal jika bos
besarnya sudah mendapatkan kekuatan yang dicari, semuanya akan dibrangus, entah
sekomplotannya juga iya. Para penjahat saling bekerja sama, saling percaya,
bahu membahu, Bhineka Tunggal Ika pokoknya. Mereka terorganisir dengan baik,
dan yang jelas tidak akan melakukan kesalahan yang sama, bahkan tidak akan
menggunakan cara yang sama untuk melakukan kejahatan. Mereka begiitu lihai
dalam menyusun strategi.”
Mereka menyimaknya dengan serius,
panas dingin mendengar ceritanya.
“kita tidak akan menjadi penjahat
seperti mereka, hanya saja kita akan menjadi penjahatnya penjahat. Karena penjahatnya
penjahat adalah kawan dari pembela kebenaran. Kita sebenarnya juga pembela
kebenaran hanya saja seorang penjahat dari para penjahat asli. Para pembela
kebenaran memiliki musuh penjahat asli. Penjahat asli memiliki musuh penjahat “yaitu
kita”, dan kita berkawan dengan pembela kebenaran. Kita juga pembela kebenaran
yang bertitel penjahat.”
“O, begitu, aku paham maksudmu. Setuju
deh.” hanya rozi yang mungkin memahaminya, dan yang lainnya merasa lega, kalau
sudah Rozi mengiyakan, karena sering banyak membaca maka pengetahuannya menjadi
rujukan.
“kalau kita menjadi penjahat, berarti
kita jahat dong?”, yah seperti biasanya, Arai hanya suka banyak bicara, tetapi
nalarnya agak memprihatinkan.
“Kenapa dinamakan penjahat?
Karena kita akan mengklaim kembali nlai-nilai kebaikan yang dicuri penjahat
dari para pembela kebenaran. Persatuan, tolong menolong, bahu membahu, tujuan
yang sama, terorganisir dengan baik, dan lainnya.”
Obrolan menjadi memanas. Apa yang
akan terjadi selanjutnya? Apakah meraka akan menjadi seorang penjahat yang
jahat, ataukah menjadi penjahat yang baik? Tunggu lanjutan selanjutnya.
***
Hehe, agak ngawur ya? Maap deh. Cerita
ini sedikit terinspirasi dari teori
Post-Strukturalism, Dekonstruksi di mata kuliah teori arsitektur. Teori yang
berbahaya, kalau pun bisa digunakan untuk membalikan “penjahat” menjadi “pembela
kebenaran”, maka melakukan sebaliknya juga bisa dilakukan sama mudahnya. Makanya
kalau sudah berhasil, pengetahuan ini jangan sampai jatuh ke tangan yang salah.
Penggunaan teori ini dekonstruksi
ini, dalam sehari-hari bisa kita temui. Contohnya, bila zaman dahulu film
kartun hanya ditujukan untuk anak-anak, maka setelah di-dekonstruksi sekarang
film kartun bisa ditujukan untuk orang-orang dewasa. Ngerinya, konten dewasa
itu bisa juga diterima anak kecil dan membahayakan dirinya. Seperti film kartun
Happy Tree Friends, The Simpsons. Kontennya berbahaya. Waspadalah.
Komentar