Kotaku, kini telah berubah.
Kerapkali kumendapati diperjalanan kota jogja, sebuah iklan perumahan “Dijual
Perumahan dengan One Gate System”
yang kulihat sambil lalu. Ketika dahulu aku belum menjadi mahasisw Arsitektur,
iklan semacam itu tidak kuhiraukan. Biarkan saja, toh bukan urusanku. Akan
tetapi, seiring berjalannya waktu, menjalani kehidupan kuliah yang begitu penuh
tantangan. Akhirnya aku belajar. Ketika kita mendesain sebuah karya arsitektur,
setidaknya menemui tiga bahasan pokok masalah. Ketika arsitektur itu dihuni
oleh manusia, maka pantaskah kita mendesain bila kita tidak mengenalai manusia
itu? Ketika kita tahu, bahwa arsitektur itu bukan sebuah sculpture seni, maka
pantaskah kita mendesain bila kita tidak tahu teknik bangunan yang kokoh?
Ketika kita tahu, bahwa sebuah bangunan itu ditempatkan di sebuah lingkungan,
maka pantaskah kita mendesain bila kita tidak bisa memahami konteks lingkungan?
Puzzle rumit itu bernama Arstektur, kataku.
Kotaku, kini telah berubah.
Perumahan dengan One Gate System kini
telah banyak terbangun dikotaku. Banyak orang yang mungkin belum tentu tahu,
merasakan, mengetahui, dan menyadari dampak yang mengerikan yang akan melanda.
Pernahkah kita mengamati, budaya meronda kini perlahan telah di tinggalkan.
Satpam yang telah bersertifikat maupun orang bayaran kini telah menggantikan
masyarakat yang meronda. One Gate System dianggap
lebih bisa memberikan keamanan yang terjamin.
Tahukah pembaca sekalian, bahwa
perumahan seperti itu bisa mengakibatkan kerusakan dalam bermasyarakat.
Masyarakat jogja. Bayangkan saja, satu area Perumahan dengan One Gate System hanya memiliki satu
akses masuk kedalamnya. Yang berarti akan berakibat perumahan tersebut akan
terisolir dari masyarakat di luar tembok. Tembok berpintu gerbang satu yang
mengelilingi itu akan memisahkan ruang perumahan dan ruang masyarakat sekitar. Pemisahan
itu kadang parahnya akan diartikan sebagai pembagi kelas social. Di dalam
perumahan adalah orang-orang kaya, sedang kami yang berada di luar adalah
orang-orang yang tidak lebih kaya dari mereka. Lebih ironis lagi, ketika adanya
satpam yang berjaga akan diterjemahkan bahwa orang yang di luar perumahan
adalah orang yang suka mencuri.
Kotaku kini telah berubah, di
suatu malam aku singgah di angkringan sepulang dari acara rutinitas. Angkringan
itu berada tak jauh dari tempat tinggalku, daerah Godean, tepatnya Jalan Godean
Km 8.5. Malam itu, aku sempat bertegur sapa dengan petugas ronda.
“Wah Mas, saya ini itu bukan
penjaga keamanan di sini. Saya ini cuman dimintai tolong untuk ‘membantu’ saja
menjaga keamanan di sini. Ya kalau ada apa-apa itu kan akhirnya saya tidak
langsung turun tangan, hanya mengumumkan warga, dan mereka keluar untuk
kemudian melakukan tindakan. Sebenarnya Mas yang bisa menjaga keamanan itu ya
dari warga itu sendiri. Bahkan polisi itu juga tidak bisa menjaga keamanan,
hanya bisa membantu seperti saya.”
Begitu juga kini, sekitar tempat
tinggalku tidak ada lagi acara ronda bersama warga yang dulu pernah ada. Kami
lebih menyukai untuk membayar orang untuk melaksakan ronda. Soal harga, setiap
malam lima ratus perak saja. Setiap
rumah memberikan lima belas ribu rupiah setiap bulan kepada petugas ronda.
Apakah kami terinspirasi pada satpam yang menajaga perumahan, atau perumahanlah
yang terinspirasi oleh kami? Entahlah. Yang jelas Kotaku telah berubah,
masyarakat sekitarku juga berubah. Kini tak seramai dahulu. Khususnya aku dan
adikku, generasi kedua dari ayah dan ibu kami, belum pernah merasakan ronda dan
akhirnya kami hanya sedikit mengenal tetangga-tetangga sekitar rumah. Mengenal itu
tidak hanya sebatas tahu nama.
Mungkin saja, banyak diantara
kita yang sedikit menghindari aktivitas meronda karena acara di dalamnya sering
di isi dengna main kartu yang dekat sekali dengan perjudian. Namun, tetap saja
lebih baik dengan adanya ronda, dan kita arahkan aktivitasnya lebih bermanfaat.
Mungkin kita yang mahasiswa arsitektur meronda sambil melembur tugas kuliah. Orang-orang
bisa lebih banyak berinteraksi. Aku kadang membayangkan kondisi ekstrim, “ada
orang yang mati di dalam rumah, dan orang-orang baru mengetahui selang beberapa
hari karena badannya yang membusuk”.
Sungguh aku saat ini hanya bisa
bertutur kata lewat tulisan ini. Semoga banyak yang terpanas i.
Komentar