Who Am I?

Aku dilahirkan di keluarga yang sangat-sangat luar biasa. Ibuku sangat perhatian kepada anak-anaknya, selalu peka terhadap apapun, mengajariku dengan tulus tentang bagaimana berbuat baik kepada orang tua, kerabat, teman dan masyarakat. Ayahku seorang pekerja keras dan selalu me

ngalah terhadap anak-anaknya, sebagai contoh Ayahku tidak mau mengambil makan dahulu dan membiarkan aku dan adikku untuk memilih makanan yang kami sukai. Aku dan adikku seperti kembar, hanya selisih 18 bulan. Kami sangat terdidik oleh orang tua kami.

Oke sekarang kata ganti kami di ubah menjadi aku. Seja

k kecil aku tidak suka berbohong dan selalu berlaku jujur dalam perkataan. Di sisi lain, orang tuaku belum bisa memberiku bimbingan tentang agama yang lebih mendalam. Benar saja kakek dan nenekku juga bukan ulama, ustadz, dan sebagainya. Walhasil ya seperti ini, masih dalam kebingungan apakah ini benar apakah ini salah. Tetapi tidak masalah, aku tetap ersyukur atas keadaan ini.

Aku ingat dulu aku dimasukkan ke SDIT Jabal Nur (sekarang gak

tau masih ada apa enggak). Ya, walaupun belum bisa memberikan pendidikan tentang agama, orang tua tetap menginginka aku dan adikku menjadi seorang muslim yang baik. Memang ketika SD aku dapat pelajaran agama yang sangat baik. Sampai-sampai dulu aku hafal juz 30 ful(sekarang sebagian besar sudah lupa T_T). Tapi, orang tuaku dulu belum sholat 5 waktu, ibuku juga belum memakai jilbab sehingga aku pun juga belum sholat 5 waktu.

Sampai akhirnya ketika menginjak kelas 9 SMP, ke

tika aku merenung, “wah kalau sakarang atau besok aku mati gimana ya? Aku belum sholat 5 waktu, jum’atan pun kalau mau, tapi kok kau puasa Romadhon satu bulan ful ya? Apakah i

tu bisak menyelamatkanku kelak?” aku termenung di kasur sebelum aku tidur. Kemudian aku teringat, ketika mabit di SMP ada yang bilang, “ pahala sholat itu ibarat angka satu, dan pahala amalan-amalan lain itu ibarat angka NOL, kalau kit

a tidak melaksanakan sholat jadi pahala kita nol didepan dan ditambah nol nol yang lain dan bila di tambah jadinya nol juga kan?

Berarti rugi dong kita puasa, bersedekah dan lain-lain tetapi tidan melaksanakan sholat. Lain ceritanya bila kita melaksanakan sholat, pahala kita satu didepan dan nol lain berada dibelakang jadi menambah pahala, bener to?”.

hanya sebagai perumpamaan.....

Jedug-jedug, hati ini ketakutan dan terasa keringat dingin di tubuh. Alhamdullilah mulai hari itu aku sudah melaksanakan sholat 5 waktu walaupun awut-awutan(malu rasanya >.<). Kemudian aku masuk ke SMA 1, “Kok rasanya lingkungannya nyaman ya untuk bertobat. Tobat Ahhhh.”

Rasanya diriku ini telah menjadi sangat berbeda, walaupun belum sepenuhnya menjadi muslim yang baik tapi setiap hari aku ingin menjadi lebih baik. Dan apa yang terjadi dengan ayah dan ibuku? Subhanalloh, kini satu rumah sudah melaksanakan sholat 5 waktu wlaupun belum ke masjid dan belum benar-benar tepat waktu, tapi kan juga harus disyukuri, ibuku pun juga sudah mengenakan jilbab, alhamdulillah. Bahagia sekali melihat ini semua, betul-betul kebahagiaan yang Hakiki. Semoga kedepannya menjadilebih baik. Amin ya Rabb.

Buat temen-temen di Teladan khususnya, ayo tobat dan menjadi lebih baik bersama-sama, nggak rugi kok. Kapan ada lagi lingkungan yang senyaman ini? Mau tanya tentang masalah ini, banyak banget yang bisa ditanya, mau baca buku tentang ini itu banyak yang punya, subhanalloh.

Komentar