Saat untuk Menangis

Hanya enam puluhan jatah jasad ini berkeliaran di muka bum. Ada yang lebih dari itu, tetapi yang kurang dari 60an pun juga banyak yang kembali dipanggil-Nya. Mati, kata populer yang biasa yang digunakan. Ketika anak Adam sudah berbaring ke arah kiblat, sementara tubuhnya dibalut kain kafan putih, ketika itu tak ada lagi asa datangnya pertolongan dari sekedar orang terdekat. Kesempatan beramal habis, sedang timbangan amal diragukan; bisakah melampaui berat sebelah sayap nyamuk?

Satu demi satu para pelayat yang mengantar jenazah pulang meninggalkan kuburan. Satu jam kemudian semua sudah kembali ke rumah masing-masing. Di antara yang mengantarkan tubuh itu ada yang tersenyum karena hidup akan lebih tenang. Yang lain ceria karena rivalnya sudah tiada. Yang lain senang karena orang yang menghalang-halangi keinginannya telah pergi. Yang lain bahagia karena satu benalu telah layu dan akhirnya kering. Yang lain.... yang lain...

Seperseribu detik berikutnya, ruh dikembalikan ke jasad, dan malaikat penjaga kubur datang tanpa ba bi bu langsung memukul, menggebuk, menendang dan...ah tubuh terasa hancur, sakit tiada terperi. Berulang derita, bertubi-tubi menimpa diri seakan tak ada kehidupan padahal jelas jasad dihidupkan kembali.

Jeritan, teriakan minta tolong tidak digubris sama sekali oleh makhluk kekar menakutkan itu. Ratapan tak bermakna, rintihan tak berarti malah menambah dahsyatnya siksa yang menimpa. Mungkinkah peristiwa di atas menimpa kita kelak? Jawabannya berpulang kepada diri masing-masing.

Tubuh ini seakan telah tumbuh semakin besar tak terasa, seakan baru sepuluh tahun, tidak satu tahun, tidak lebih cepat lagi, satu bulan, terlalu lama mungkin satu minggu, tunggu satu hari, bukan, satu jam, tidak, 1 menit, hmmmmmm, aha seakan baru satu detik yang lalu kita baru melalui ulangtahun kelima, lulus TK,SD,SMP, dan banyak hal yang telah kulakukan tadi. Kita pikir, ahhhh, kita masih muda, masih ada sekitar 40 tahun lagi (malangnya nasibmu kawan). Tak perlu lama-lama mencari waktu dan tempat yang tepat untuk menangisi waktu yang telah hilang. Sekarang. Ya, ayo kita mulai sakarang, tak apalah dari nol.

Setiap hari kita menangis karena amal salih kita sedikit. Terlalu banyak waktu yang tebuang sia-sia tanpa makna. Main, senda gurau, bersantai ria, tidur.....seakan mewarnai hari-hari dulu yang sudah dilalui.

Benar, banyak amal yang dulu telah dikerjakan. Banyak pula orang menikmatinya. Namun niat tidak karena Alloh. Amal itupun tidak jadi salih. Kini kehampaan yang melanda. Ya, kita harus segera bangkit. Merubah niat.

Mari berjuang bersama melawan kegilaan dunia ini, menerjang badai kegelapan yang telah lama datang, ayo berjuang besama, aku, kamu tidak sendiri, ok? Dan sudah tahukah tentang kabar gembira itu? Islam akan berjaya kembali, kelak. Pertanyaannya bukan ‘apakah itu sudah seuah kepastian?’, tidak tetapi,di akhir nanti “APAKAH KITA TERCATAT SEBAGAI MANUSIA YANG IKUT BERJUANG DIJALAN-NYA ATAUKAH SEBAGAI MANUSIA YANG MENJADI MUSUH-MUSUH-NYA?”

Benar, sudahkah menentukan pilihan?

Komentar